Pulau Flores

Flores, dari bahasa Portugis yang berarti "bunga" adalah sebuah pulau yang berada di wilayah administrasi Provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Nama Flores berasal dari bahasa Portugis yaitu “cabo de flores “ yang berarti “Tanjung bunga”. Nama tersebut semula di berikan oleh S.M. Cabot untuk menyebut wilayah timur dari pulau Flores. Akhirnya di pakai secara resmi sejak tahun 1636 oleh gubernur jenderal hindia belanda Hendrik Brouwer. Sebuah studi yang cukup mendalam oleh Orinbao (1969) mengungkapkan bahwa nama asli sebenarnya pulau Flores adalah Nusa Nipa (pulau ular) yang dari sudut antropologi, istilah ini lebih bermanfaat karena mengandung berbagai makna filosofis, Kultural, dan Tradisi Ritual masyarakat Flores.

Flores termasuk dalam gugusan Kepulauan Sunda Kecil bersama Bali dan NTB, dengan luas wilayah sekitar 14.300 km². Penduduk di Flores, pada tahun 2007, mencapai 1,6 juta jiwa. Puncak tertinggi adalah Gunung Ranaka (2350m) yang merupakan gunung tertinggi kedua di Nusa Tenggara Timur, sesudah Gunung Mutis, 2427m di Timor Barat.

Pulau Flores bersama Pulau Timor, Pulau Sumba dan Kepulauan Alor merupakan empat pulau besar di Provinsi NTT yang merupakan salah satu provinsi kepulauan di Indonesia dengan 566 pulau. Flores, dengan luas, jumlah penduduk dan sumber daya baik alam maupun manusia yang dinilai cukup memadai, kini tengah mempersiapkan diri menjadi sebuah provinsi pemekaran di NTT.

Di ujung barat dan timur Pulau Flores ada beberapa gugusan pulau kecil. Di sebelah timur ada gugusan Pulau Lembata, Adonara dan Solor, sedangkan di sebelah barat ada gugusan Pulau Komodo dan Rinca.

Sebelah barat pulau Flores, setelah gugusan pulau-pulau kecil tersebut, terdapat pulau Sumbawa (NTB), sedangkan di sebelah timur setelah gugusan pulau-pulau kecil tersebut, terdapat kepulauan Alor. Di sebelah tenggara terdapat pulau Timor. Di sebelah barat daya terdapat pulau Sumba, di sebelah selatan terdapat laut Sawu, sebelah utara, di seberang Laut Flores terdapat Sulawesi.

Suku, Bahasa, Sistim Kepercayaan dan Budaya


Suku

Suku bangsa Flores adalah percampuran etnis antara Melayu, Melanesia, dan Portugis. Dikarenakan pernah menjadi Koloni Portugis, maka interaksi dengan kebudayaan Portugis sangat terasa dalam kebudayaan Flores, baik melalui genetik, agama, dan budaya. Ada beberapa Suku - suku yang terdapat di Pulau Flores yang terdiri dari delapan suku besar antara lain:

1. Suku Lio

2. Riung

3. Ngada

4. Nage-Keo

5. Ende

6. Manggarai

7. Sikka

8. Larantuka ( Lamaholot )

9.Lembata

Perbedaan kebudayaan antara sub-suku-bangsa Riung, Nage-Keo, Ende, Lio dan Sikka tidaklah amat besar. Tetapi, Perbedaan antara kelompok sub-suku-bangsa tersebut dengan orang Manggarai dan Bajawa termasuk besar. Seperti halnya dari segi bentuk fisik, ada satu perbedaan yang mencolok. Penduduk Flores mulai dari orang-orang Riung makin ke Timur menunjukkan lebih banyak cirri-ciri Melanesia, seperti penduduk Papua, sedangkan orang Manggarai dan Bajawa ( Ngada ) lebih banyak menunjukkan ciri-ciri Mongoloid-Melayu. Adapun sub-suku-bangsa Larantuka berbeda dari yang lain. Hal ini dikarenakan mereka lebih tercampur dengan mendapat pengaruh unsur-unsur kebudayaan dari lain-lain suku-bangsa Indonesia yang dating dan bercampur di kota Larantuka.

Bahasa

Berdasarkan hasil perhitungan leksikostatistik kita dapat membagi beberapa unsur bahasa daerah di Flores yang didasarkan pada perbedaan tiap-tiap suku. Masing-masing suku ini memiliki berbagai macam bahasa dan cara-cara pelafalannya. Secara umum bahasa tersebut berasal dari bahasa Melayu yang turut berkembang menyesuaikan daerah-daerah yang dihuni oleh suku-suku tersebut. Seperti daerah lain di NTT, Manggarai juga mendapat pengaruh pengembaraan dari orang-orang dari seberang, seperti Cina, Jawa, Bugis, Makasar, Belanda dan sebagainya. Maka tidak heran apabila bahasa Manggarai juga memiliki bahasa yang lebih khas terlepas dari ciri-ciri fisiknya yang berbeda dari orang-orang suku lain yang berada di Flores. Walaupun tiap wilayah tertentu memiliki ragam dialektika berbeda tetapi secara umum orang Flores memiliki setidaknya 5 bahasa daerah yaitu:

  1. Bahasa Lamaholot: umumnya dilafalkan oleh orang Flores Timur yang terdiri dari bagian Flores daratan, pulau Adonara, pulau Solor dan pulau Lembata.
  2. Bahasa Sikka: Secara umum digunakan oleh orang Flores pada wilayah kabupaten Sikka.
  3. Bahasa Ende/Lio: Digunakan oleh orang Flores dari suku Ende dan Lio
  4. Bahasa Ngada: Pemakaian bahasa ini meliputi masyarakat kabupaten Ngada dan Pemekarannnya yaitu wilayah kabupaten Nagekeo.
  5. Bahasa Manggarai: Penuturnya umumnya orang yang mendiami kabupaten Manggarai termasuk pemekarnya wilayahnya yaitu Manggarai Timur dan Manggarai Barat.

Dikatakan umumnya atau secara umum, karena pada wilayah-wilayah perbatasan tertentu secara geografis dan secara kultur sosial berbeda dan saling berpengaruh sehingga bahasa daerah pada wilayah tersebut juga ikut terpengaruh. Misalnya pada perbatasan kabupaten Flores Timur dan Kabupeten Sikka, pada bagian barat kabupaten Flores Timur ada beberapa wilayah tertentu yang masyarakatnya berbahasa Sikka, begitu juga terjadi di beberapa wilayah lain seperti perbatasan wilayah kabupaten Ende dan Maumere.

Disamping 5 bahasa tersebut, orang Flores juga menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa ibu, penuturnya umumnya orang yang tinggal di kota Larantuka dan beberapa daerah lain seperti Hokeng di wilayah Kecamatan Wulanggitang di kabupaten Flores Timur.


Sistem Kepercayaan

Masyarakat Flores sudah menganut beberapa ajaran agama modern, seperti Katolik, Islam, Kristen dan lain sebagainya. Namun masih terdapat tradisi leluhur yang dipertahankan. Salah satunya adalah tradisi megalitik di beberapa sub etnis Flores. Misalnya, tradisi mendirikan dan memelihara bangunan-bangunan pemujaan bagi arwah leluhur sebagai wujud penghormatan (kultus) terhadap para leluhur dan arwahnya berawal sejak sekitar 2500 - 3000 tahun lalu dan sebagian diantaranya masih berlangsung sampai sekarang.

Dampak pendirian monumen-monumen tradisi megalitik itu begitu luas mencakup aspek simbolisme, pandangan terhadap kosmos (jagat raya), asal mula kejadian manusia, binatang dan sebagainya. Upacara doa dan mantra, serta berbagai media untuk mengekspresikan simbol-simbol secara fisik dalam kebersamaan. Tradisi megalitik yang berkembang di Pulau Flores awal pemunculannya, tampak pada sisa-sisa peninggalan seperti rancang rumah adat dan monumen-monumen pemujaan terhadap arwah leluhur, termasuk seni ragam hiasnya.

Selain itu, tampak juga pada upacara pemujaan termasuk prosesi doa mantra, pakaian, pelaku seni, seni suara dan tari serta perlengkapan-perlengkapan upacara (ubarampe) dan sebagainya.Tradisi megalitik pun tampak pada tata ruang, fungsi, konstruksi sertastruktur bangunan. Tak ketinggalan pada upacara siklus hidup mulai dari lahir, inisiasi, perkawinan dan pola menetap setelah perkawinan dan kematian, penguburan serta perkabungan. Sudah tentu juga berkaitan dengan upacara untuk mencari mata pencarian, seperti pembukaan lahan, penebaran benih, panen, berburuan, pengolahanlogam dan sebagainya, serta pembuatan benda-bendagerabah, tenun dan senjata.

Budaya dan Kesenian

Tarian yang berasal dari Flores salah satunya adalah tari Caci adalah tari perang sekaligus permainan rakyat antara sepasang penari laki-laki yang bertarung dengan cambuk dan perisai di Flores. Caci merupakan tarian atraksi dari bumi Congkasae Manggarai. Hampir semua daerah di wilayah ini mengenal tarian ini. Kebanggaan masyarakat Manggarai ini sering dibawakan pada acara-acara khusus. Tarian Caci Caci berasal dari kata ca dan ci. Ca berarti satu dan ci berarti uji. Jadi, caci bermakna ujian satu lawan satu untuk membuktikan siapa yang benar dan salah dan merupakan ritual Penti Manggarai, selain dari tarian Caci di Manggarai terdapat pula tarian - tarian di Flores yang mulai digemari secara Nasional yakni Gawi, Sodh'a, Rokatenda, Ja'i.

Geografi

Flores memiliki beberapa gunung berapi aktif dan tidur, termasuk Ia(Ende), Egon, Ilimuda, Lereboleng, Lewotobi, dan ile Ape (lembata), Rokatenda (Palu'e), Ebulobo(Boawae), Ine rie (Ngada)

Situs arkeologi

Pada September 2003, di gua Liang Bua di Flores barat, paleoantropologis menemukan tengkorak spesies hominid yang sebelumnya tak diketahui. Temuan ini dinamakan "manusia Flores" (Homo floresiensis, dijuluki hobbit). Penemuan ini dimuat dalam majalah Nature edisi 28 Oktober 2004. Status temuan ini sekarang masih diperdebatkan, apakah termasuk Homo erectus atau Homo sapiens.

Transportasi

Sedikitnya ada enam bandar udara yang tersebar di seluruh Flores (diurutkan dari barat ke timur):

  • Bandar Udara Komodo di Labuan Bajo
  • Bandar Udara Frans Sales Lega di Ruteng
  • Bandar Udara Turelelo Soa di Bajawa
  • Bandar Udara H. Hasan Aroeboesman di Ende
  • Bandar Udara Frans Xavier Seda di Maumere
  • Bandar Udara Gewayantana di Larantuka

Lihat pula

  • Imperium Belanda
  • Homo floresiensis
  • Simon Milward
  • Suku Nage
  • Imperium Portugal
  • Suku Manggarai
  • Suku Ngada

Pranala luar

Teks diperoleh dari Wikipedia - Pulau Flores di bawah lisensi CC-BY-SA-3.0 pada 31 Juli 2021
Kami tidak memiliki hasil yang terkait dengan Pulau Flores
Kami menyarankan Anda untuk memperpanjang seleksi Anda:

Mencari tempat yang terkait dengan Pulau Flores?

Ini adalah tujuan lain untuk mencari tempat yang berkaitan dengan Pulau Flores:

  • Sabtu
    28°C20°C
    6km/h
    Minggu
    27°C20°C
    8km/h
    Senin
    26°C20°C
    8km/h
    Selasa
    27°C20°C
    10km/h
    Cuaca Pulau Flores